Jatinangor dari jembatan penyebrangan th2005 |
Jatinangor
adalah kawasan yang hingga masa kini memiliki beberapa jejak masa silam
yang menarik untuk di ketahui. Layaknya kota Bandung, Jatinangor juga
meninggalkan beberapa peningglan khas Belanda.
Salah
satunya adalah bangunan yang kini di pakai sebagai gedung rektorat
Unwim di jalan Winaya Mukti. Bangunan ini seperti gedung-gedung yang
dibuat pada awal abad XX, menggunakan atap yang mencirikan bangunan
tradisional Indonesia dan menggunakan teknologi bangunan gaya Eropa.
Gaya semacam ini disebut Indo-Eropeesche Architectuur Stiijl.
Karena
curah hujan yang tinggi dan sinar matahari yang terik, penggunaan atap
sangat diperlukan sebagai fungsi pelindung selain sebagai suatu hiasan.
Bentuk atap seperti inilah yang kemudian memberi inspirasi pada gaya
gedung-gedung di Unpad, Unwim, Ikopin, dan Bandung Giri Gahana (BGG).
Di
sebelah gedung rektorat Unwim, terdapat sebuah menara yang dibuat dengan
gaya romantik dengan hiasan-hiasan di empat sisinya. Menurut penduduk
di sekitar Jatinangor, menara itu adalah menara sirine dan jam yang
memberi waktu bagi penyadap karet Cultuur Ondernemingen Van Maatschapaij
Baud untuk memulai bekerja dan mengambil mangkok lateks yang sudah
penuh. Menara itu kini berusia sekitar 160 tahun.
Cultuur
Ondernemingen Van Maatschapaij Baud didirikan pada tahun 1841, milik
Baron Baud, seorang berkebangsaan Jerman yang menginvestasikan modalnya
besama swasta Belanda. Rumah Baron Baud, pemilik perkebunan Jatinangor
dan emplasemennya, dahulu terletak disebelah utara menara dan oleh
penduduk disebut Loji.
Menara loji di area campus unwim |
Makam |
Seratus
meter disebelah barat terdapat dua nisan yang tidak bernama dibawah
pohon kihujan, pohon mahoni, dan cemara yang berusia lebih dari 90
tahun. Itulah makam Baron Baud pendiri Onderneming dan Putrinya yang
bernama Memosa. Menurut cerita, Baud menikah dengan Nyai dari Bogor
bernama Ibu Inciah yang makamnya hilang dibawah gedung Ikopin sekarang.
Disebelah timur kampus Unpad tepatnya disebrang kampus Fikom, terdapat jembatan kereta api kerajaan Belanda SS (Staat Spoorwegen).
Cincin di lihat dari campus unpad |
Jalur
transportasi kereta api yang menghubungkan
Bandung-Jatinangor-Tanjungsari tersebut mulanya digunakan untuk membawa
hasil perkebunan. Saat ini jembatan yang dikenal dengan nama jembatan
Cincin tersebut digunakan oleh masyarakat untuk membawa barang-barang
keperluan sehari-hari dan jalan bagi mahasiswa yang kost di sekitar
Cikuda untuk menuju kampus Unpad. Beberapa mahasiswa memanfaatkan
jembatan itu untuk rapelling.
Jatinangor Sebagai Pusat Pendidikan
Jatinangor,
sejak tahun 1987 ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat menjadi kawasan
pendidkan. Lahan bekas perkebunan karet yang luasnya 962 hektar ini,
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jabar Nomor 593/3590/1987 di ubah
fungsinya menjadi kota pendidkan tinggi. Kota Tsukuba di Jepang menjadi
acuan pengembangan kawasan ini.
Jembatan cikuda |
Usulan
menjadikan Jatinangor sebagai kota perguruan tinggi yang semakin marak.
Sampai tahun 1980 misalnya, di Bandung sudah terdapat 16 Universitas,
Institut, dan perguruan tinggi, 25 akademi, dan 15 lembaga penelitian,
dengan jumlah mahasiswa mencapai 60.128 orang.
Oleh
karena alasan itulah, kegiatan pendidikan sejumlah perguruan tinggi di
pindahkan ke Jatinangor, yang dilakukan bertahap mulai tahun 1992.
Alokasi penggunaan lahan bekas perkebunan karet itu antara lain untuk
STPDN 200 ha, Ikopin 28 ha, Unwim 53 ha, dan Unpad 175 ha. Selain itu
disiapkan pula lapangan golf seluas 170 ha, kebun binatang 177 ha, tanah
perkemahan Pramuka 66 ha, tanah cadangan 47 ha, dan kawasan konservasi.
Sejarah Kereta Api
Selain
kebun teh milik tuan Baron, Jatinangor juga terkenal karena keberadaan
kereta api. Trayeknya yaitu Rancaekek-Jatinangor-Tanjung Sari. Di
Jatinangor stasiunnya terletak di tempat yang sekarang menjadi Dinas
Pendidikan, seberang warung Kalde, sayangnya, kenangan yang masih ada
hingga saat ini hanya tangganya saja.
Cincin Doeloe |
Menurut
buku Wajah Bandoeng Tempo Dulu, jalur KA tersebut diresmikan pada 23
Februari 1918, dan diurus oleh SS (Staats Spoorwegar) perusahaan kereta
api zaman Belanda. Rutenya yaitu stasiun Rancaekek, memotong jalan mobil
di Cipacing, masuk Cipacing, lalu masuk ke jalan mobil dekat kampung
Caringin, Cikuda, Jembatan Caringin, Cileles, dan Tanjung Sari.
Sayangnya rutenya ini tidak melewati Sumedang, awalnya memang pernah
direncanakan, tetapi permasalahan ada di kawasan Cadas Pangeran. Jurang
dan cadasnya terlalu curam sehingga tidak cocok untuk dijadikan jalan
rel kereta api.
Dari Rancaekek tidak terus ke Bandung, kalau mau langsung ke Bandung harus
ganti kereta. Bekas rel kereta disebutnya tanah SS. Sekarang sudah tidak
terlihat bekas-bekas adanya rel kereta api, karena lahan tersebut sudah
dijadikan kebun atau malah sudah dijadikan bangunan,
“Kalau di Tanjung Sari ada desa yang namanya Desa SS, asal muasalnya ya
dari sana juga. Tempatnya dekat dengan alun-alun. Halte Tanjung Sari adanya di
sebelah Utara Jembatan. Jembatan itu juga dilewati oleh rel,” Dadang Purnama.
Menurut Pak Kamaludin seorang teman lama Dadang purnama, pemberhentian
kereta api itu berada di Tanjung Sari. Jam pertama adalah jam lima subuh,
jalannya dari Tanjung Sari tiba di Jatinangor jam lima seperempat, sampai ke
Rancaekek setengah enam kurang. Jalan keduanya jam enam, jalan dari Rancaekek,
sampai di Jatinangor jam enam lewat sedikit. Sampai ke Tanjung Sari jam
setengah tujuh. Jam ketiganya jam tujuh dari Tanjung Sari, dan begitulah
bolak-balik. Tengah hari baru istirahat. Setelah itu jam lima sore dari
rancaekek ke Tanjung Sari. Jalur kereta api ini, sangat besar bantuannya bagi
pemerintah dan masyarakat, baik yang mau pergi ataupun bagi yang mau usaha.
Berada di area campus unpad untuk melihat lebih dekat jembatan cincin |
Ceppi Kersani.. dari berbagai Sumber
0 komentar:
Posting Komentar